Merumuskan Kembali Tata Kelola Jam’iyah

115

Kedua, NU memiliki nature yang berbeda dengan

organisasi-organisasi lain pada umumnya. Menurut Gus

Yahya, sebelum terbentuknya keorganisasian dalam

pengertian administratif, NU sudah lama terbentuk

secara kultural berupa jaringan intelektual para ulama

dan lembaga pendidikan tradisional yang hadir ditengah-

tengah dan menjadi bagian dari masyarakat. Salah satu

implikasinya adalah tidak adanya sistem yang dapat

merekam status keanggotaan warga NU. Implikasi lebih

jauh dari situasi ini adalah tidak adanya kategori sosial

tersendiri bagi warga NU sehingga tidak bisa diidentifikasi

sebagai subyek. Ketika NU tidak berdiri sebagai subyek,

menurut Gus Yahya, kepentingan sebagai entitas sosial

pun juga tidak bisa didefinisikan dengan baik.

Pun jika dipaksakan, yang dapat dijadikan sebagai

kepentingan selama ini adalah identitas keagamaannya,

yaitu Islam beserta embel-embel mazhabnya yang selama

ini lebih berfungsi secara simbolik ketimbang operasional.

Menurut Gus Yahya, artikulasi dan gerak-gerik NU

belakangan ini cenderung hanya berkisar seputar identitas

simbolik tersebut. Bahkan kegiatan-kegiatan pengabdian

sosial lahir dari motivasi untuk menghadirkan identitas

simbolik tersebut. Lebih jauh, artikulasi simbolik tersebut

menghadirkan dua gejala utama dalam dinamika aktivisme

NU. Situasi di mana NU hadir sebagai identitas keagamaan

yang dominan seperti di Jawa, identitas simbolik tersebut

ditunggangi kepentingan politik praktis untuk meraup

suara. Sebaliknya, situasi sosial di mana NU sangat minim,

para

aktivisnya

kesulitan

dalam

mengartikulasikan

keberadaannya.

Mengingat cakupan pengaruh NU yang sangat luas,

menurut Gus Yahya, perlu ada kesadaran pentingnya